PARAMETER GEOMETRI LAPISAN BATUBARA

crosssecton batubara


Menurut Jeremic (1985), parameter geometri lapisan batubara berdasarkan hubungan dengan terdapatnya suatu lapisan batubara ditambang dan kestabilan lapisannya meliputi:

1.      Ketebalan lapisan batubara: (a) sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5 m, (b) tipis 0,5-1,5 m, (c) sedang 1,5-3,5 m, (d) tebal 3,5-25 m, dan (e) sangat tebal, apabila >25 m.
2.      Kemiringan lapisan batubara: (a) lapisan horisontal, (b) lapisan landai, bila kemiringannya kurang dari 25o, (c) lapisan miring, kemiringannya berkisar 25o-45o, (d) lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45o-75o, dan (e) vertikal.
3.      Pola kedudukan lapisan batubara atau sebarannya: (a) teratur dan (b) tidak teratur.
4.      Kemenerusan lapisan batubara: (a) ratusan meter, (b) ribuan meter 5-10 km, dan (c) menerus sampai lebih dari 200 km.

Selanjutnya agar geometri lapisan batubara menjadi berarti dan menunjang untuk perhitungan cadangan, bahkan sampai pada tahap perencanaan tambang, penambangan, pencucian, pengangkutan, penumpukan, maupun pemasaran, maka parameternya adalah:

1.      Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung berhubungan dengan perhitungan cadangan, perencanaan produksi, sistem penambangan, dan umur tambang. Oleh karena itu perlu diketahui faktor pengendali terjadinya kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan, pembajian, splitting, dan kapan terjadinya. Apakah terjadi selama proses pengendapan, antara lain akibat perbedaan kecepatan akumulasi batubara, perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar, dan proses karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan.

Pengertian tentang tebal, perlu dijelaskan apakah tebal lapisan batubara tersebut termasuk parting (gross coal thickness), tebal lapisan batubara tidak termasuk parting (net coal thickness), atau tebal lapisan batubara yang dapat ditambang (mineable thickness).

2.      Kemiringan
Besarnya kemiringan lapisan batubara berpengaruh terhadap perhitungan cadangan ekonomis, nisbah pengupasan, dan sistem penambangan. Besarnya kemiringan harus berdasarkan hasil pengukuran dengan akurasi tinggi. Dianjurkan pengukuran kedudukan lapisan batubara menggunakan kompas dengan metode dip direction, sekaligus harus mempertimbangkan kedudukan lapisan batuan yang mengapitnya.

Pengertian kemiringan, selain besarnya kemiringan lapisan juga masih perlu dijelaskan:
a.       Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut bersifat menerus dan sama besarnya sepanjang cross strike maupun on strike atau hanya bersifat setempat.
b.      Apakah pola kemiringan lapisan batubara tersebut membentuk pola linier, pola lengkung, atau pola luasan (areal).
c.       Mengenai faktor-faktor pengendalinya.

3.      Pola sebaran lapisan batubara
Pola sebaran lapisan batubara akan berpengaruh pada penentuan batas perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan. Oleh karena itu, faktor pengendalinya harus diketahui, yaitu apakah dikendalikan oleh struktur lipatan (antiklin, sinklin, menunjam), homoklin, struktur sesar dengan pola tertentu atau dengan pensesaran kuat.

4.      Kemenerusan lapisan batubara
Selain jarak kemenerusan, maka faktor pengendalinya juga perlu diketahui, yaitu apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses pengendapan, split, sesar, intrusi, atau erosi.

Misal pada split, kemenerusan lapisan batubara dapat terbelah oleh bentuk membaji dari sedimen bukan batubara. Berdasarkan penyebabnya dapat karena proses sedimentasi (autosedimentational split) atau tektonik yang ditunjukan oleh perbedaan penurunan dasar cekungan yang mencolok akibat sesar (Warbroke, 1981 dalam Diessel, 1992). Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang split akan sangat membantu pada:
a.       Kegiatan eksplorasi untuk menentukan sebaran lapisan batubara dan penentuan perhitungan cadangan.
b.      Kegiatan penambangan hadirnya split dengan kemiringan sekitar 45o yang umumnya disertai dengan perubahan kekompakan batuan, maka akan menimbulkan masalah dalam kegiatan tambang terbuka, kestabilan lereng, dan kestabilan atap pada operasi penambangan bawah tanah.

5.      Keteraturan Lapisan Batubara
Keteraturan lapisan batubara ditentukan oleh pola kedudukan lapisan batubara (jurus dan kemiringan), artinya:
a.       Apakah pola lapisan batubara di permukaan (crop line) menunjukkan pola teratur (garis menerus yang lurus, melengkung/meliuk pada elevasi yang hampir sama) atau membentuk pola tidak teratur (garis yang tidak menerus, melengkung/meliuk pada elevasi yang tidak sama).
b.      Apakah bidang lapisan batubara membentuk bidang permukaan yang hampir rata, bergelombang lemah, atau bergelombang).
c.       Juga harus dipahami faktor pengendali keteraturan lapisan batubara.

6.      Bentuk Lapisan Batubara
Bentuk lapisan batubara adalah perbandingan antara tebal lapisan batubara dan kemenerusannya, apakah termasuk kategori bentuk melembar, membaji, melensa, atau bongkah. Bentuk melembar merupakan bentuk yang umum dijumpai, oleh karena itu selain bentuk melembar, maka perlu dijelaskan faktor-faktor pengendalinya.

7.      Roof dan Floor
Kondisi roof dan floor, meliputi jenis batuannya, kekerasan, jenis kontak, kandungan karbonannya, bahkan sampai tingkat kerekatannya dalam kondisi kering maupun basah.

Kontak batubara dengan roof merupakan fungsi dari proses pengendapannya. Pada kontak yang tegas menunjukkan proses pengendapan berlangsung secara tiba-tiba, sebaliknya pada proses pengendapan yang berlangsung secara lambat diperlihatkan oleh kontak yang berangsur kandungan karbonannya. Roof banyak mengandung fosil, sehingga baik untuk korelasi.

Litologi pada floor lebih bervariasi, seperti serpih, batulempung, batulanau, batupasir, batugamping, atau soil yang umumnya masif. Bila berupa seatearth umumnya mengandung bekas akar tumbuhan, berwarna abu-abu cerah sampai coklat, plastis, merupakan tanah purba tempat tumbuhan hidup, tidak mengandung alkali, kandungan kalsium dan besi rendah. Terjadi karena proses perlindian oleh air yang jenuh asam humik dari pembusukan tanaman. Seatearth merupakan istilah umum untuk batuan berbutir kasar maupun halus yang mengandung akar tumbuhan dalam posisi tumbuh dan berada di bawah lapisan batubara. Beberapa istilah lain untuk seatearth antara lain seatrocks, underclay, fireclay, atau gannister dengan ketebalan bervariasi, dari beberapa cm sampai beberapa meter.

8.      Cleat
Cleat adalah kekar di dalam lapisan batubara, khususnya pada batubara bituminous yang ditunjukkan oleh serangkaian kekar yang sejajar, umumnya mempunyai orientasi berbeda dengan kedudukan lapisan batubara. Adanya cleat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu mekanisme pengendapan, petrografi batubara, derajat batubara, tektonik (struktur geologi), dan aktivitas penambangan.

Berdasarkan genesanya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a.       Endogenous cleat dibentuk oleh gaya internal akibat pengeringan atau penyusutan material organik. Umumnya tegak lurus bidang perlapisan sehingga bidang kekar cenderung membagi lapisan batubara menjadi fragmen-fragmen tipis yang tabular. 
b.      Exogenic cleat dibentuk oleh gaya eksternal yang berhubungan dengan kejadian tektonik. Mekanismenya tergantung pada karakteristik struktur dari lapisan pembawa batubara. Cleat ini terorientasi pada arah tegasan utama dan terdiri dari dua pasang kekar yang saling membentuk sudut.
c.       Induced cleat bersifat lokal akibat proses penambangan dengan adanya perpindahan beban kedalam struktur tambang. Frekuensi induced cleat tergantung pada tata letak tambang dan macam teknologi penambangan yang digunakan.

Berdasarkan bentuknya dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu:
a.       Bentuk kubus, umumnya pada endogenous cleat yang berderajat rendah.
b.      Bentuk laminasi, pada exogenic cleat berupa perselingan antara batubara keras dan lunak atau antara durain dan vitrain.
c.       Bentuk tidak menerus, berhubungan dengan endogenous dan exogenic cleat.
d.      Bentuk menerus, berhubungan dengan struktur geologi atau akibat penambangan.
e.       Bentuk bongkah yang disebabkan oleh kejadian tektonik.

Besarnya pengaruh cleat pada beberapa bagian dari suatu rangkaian industri pertambangan, membuat cleat menjadi penting untuk dipelajari dan diketahui karena kehadiran dan orientasi cleat antara lain akan mempengaruhi pemilihan tata letak tambang, arah penambangan, penerapan teknologi penambangan, proses pengolahan batubara, penumpukan batubara, dan bahkan pemasaran batubara (mulai fine coal sampai lumpy coal).

Oleh karena itu, perekaman data cleat tidak hanya terbatas pada kedudukan dan kisaran jarak antar cleat, tetapi perlu dilengkapi dengan merekam jenis, pengisi, pengendali terbentuknya, karakteristik kerekatannya, dan jarak dominan cleat.

9.           Pelapukan
Tingkat pelapukan batubara penting ditentukan karena berhubungan dengan dimensi lapisan batubara, kualitas, perhitungan cadangan, dan penambangannya. Oleh karena itu karakteristik pelapukan dan batas pelapukan harus ditentukan. Pada batubara lapuk selain harus ditentukan batasnya dengan batubara segar, juga berpengaruh pada pengukuran tebalnya. Kondisi ini umumnya dijumpai pada batubara dengan kandungan abu dan moisture tinggi.

Ref: B. Kuncoro Prasongko : Jurusan Teknik Geologi UPNVY


Tidak ada komentar:

Posting Komentar