Heran,
aku juga heran dan selalu saja mengherankan ketika menemui seseorang dengan
pemikiran terbalik.
"ada
yang merasa cukup justru saat kesempatan itu terbuka lebar-lebar. dia dengan
ringannya bermain-main dengan kesempatan. sementara ada juga yg sudah belasan
tahun mempertanyakan makna kesempatan karena merasa tidak pernah punya
kesempatan"
Gini
ceritanya .
Dia
seorang pemuda, punya kesempatan menyelam lebih lama menikmati pemandangan
bawah laut. tapi menurutnya dia hanya butuh 30 menit, karena terlalu lama
berada dibawah sana akan semakin hambar kenangannya, hilang rasa spesialnya.
baginya jauh lebih menyenangkan menyimpan sepotong kejadian yang hanya selintas
terjadi. katanya hal itu akan membuat penasaran saat mengenangnya. dibandingkan
merekam kejadian dengan kamera atau foto yang bisa dilihat berkali-kali. tidak
ada celah untuk membayangkan kenangan itu lagi.
Herran...bukannya
sebaliknya??? merekam jejak justru lebih mudah membangkitkan kenangan???
aiiishh tidak sepakat.
Yang
lebih ekstrimnya lagi.
Pemuda
ini juga pernah melakukan pendakian ke gunung Jayawijaya (4.884 mdpl), Papua. Dia
butuh sekitar 6 bulan mempersiapakan pendakiannya menuju puncak gunung itu.
perjalanan yang panjang, pendakian yang melelahkan. hanya tinggal 100 m lagi
dari puncak tertinggi yang bersalju, dan hanya butuh sekitar 15 menit lagi
namun dia memutuskan untuk TURUN. benar-benar tidak masuk akal, hanya 100 m
lagi...lantas buat apa seluruh perjalanan itu kalau saat satu lemparan batu
lagi tiba dipuncaknya justru membatalkannya. katanya, aku bisa saja berfoto
dipuncak dan pulang membawa kebanggaan dan mengatakan pada semua orang bahwa
aku pernah menaklukkan puncak Jayawijaya. tapi buat apa?? justru semua itu
lebih menyenangkan saat dikenang bahwa aku pernah punya kesempatan menjejak
puncak, dan mudah skali menyelesaikan sepotong sisanya, tapi aku memutuskan
untuk CUKUP. memutuskan kembali. memutuskan hanya mereka-reka seperti apa
rasanya saat tiba dipuncak. percaya atau tidak membayangkan seperti apa
hebatnya perasaan itu akan jauh lebih hebat dibandingkkan kalau kau benar-benar
tiba disana.
Herran..bukankah
itu kebodohan yg amat sangat?? bodoh..bodoh..kita tidak hidup dengan
membayangkan.
Bagaimana
menurutmu kawan?? terutama para penikmat perjalanan, penyuka ketinggian puncak
dan pecandu kemewahan bawah laut yg indah. Apakah sepantasnya pemuda ini kita
katakan bodoh atau gimana? Puncak ini merupakan obsesi setiap orang apalagi
bersalju yang mungkin kita Negara yang beriklim tropis susah mendapatkan
suasana seperti itu. Apalagi untuk saya yang kecanduan sama puncak yang sering
gagal sampai ke puncak karena kondisi badan yang tidak memungkinkan lagi untuk
melanjutkan lagi perjalanan tapi ini tidak ada alasan yang rasional. Heran….
Seandainya
pemuda itu adalah saya mungkin kesempatan itu tidak akan saya sia-siakan. Tapi
aahh sudahlah….
Memang
setiap logika pemikiran berbeda, dan masing-masing memiliki kebenarannya
sendiri, apa yg dialami pemuda tadi adalah keinginan vs kebutuhan, dan 1 hall
lgi sesuatu yg tidak selesai kadang-kadang memiliki sensasi trsendiri..
membangkitkan rasa penasaran, dan seorang petualang adalah org yang selalu Penasaran
he he he..
Saya
selalu meyakini bahwa salah satu sumber kekuatan, energi dan motivasi yg tak
terbatas selain KETAKUTAN (sering lebih besar dari HARAPAN) adalah PENASARAN.
Sampai-sampai ada yang mati pun tetap penasaran.... hahahaha
Semoga
ada kesempatan untuk kesana karena kita tahu bahwa gunung tak berpindah
kemana-mana, laut tak akan mengering. namun kata "masih ada
kesempatan" untuk mngunjunginya.
bolelah
BalasHapus