TERJADINYA BATUBARA
Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
Teori In-situ : Batubara
terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara
tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ
biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan
tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut,
dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan
akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
Sumber gambar : http://ptba.co.id/assets/31502batubara-pohon.jpg
Teori Drift : Batubara
terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan di tempat
dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan
teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan
batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam),
banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan
batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap
geokimia (pembatubaraan).
Sumber : http://ptba.co.id/assets/36365teori-drift.jpg
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di
daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada
kedalaman 0,5 - -[10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur
H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus.
Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach,
1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon
akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang
(Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara
dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub
bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu:
umur, suhu dan tekanan.
Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama
waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik. Pembentukan
batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period)
dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai
290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi
gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite)
atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara
dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama
jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara
sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk
bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat,
peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit.
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan
perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.
Berikut ini ditunjukkan tahapan pembatubaraan.
Sumber : http://ptba.co.id/assets/78696penggambutan.jpg
Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat
pembatubaraan secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara,
maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu
rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi
yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban
(moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan
energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras
dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,
kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat,
sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
Referensi
: http://ptba.co.id/id/library/detail/2